Beranda | Artikel
Manhajus Salikin: Istijmar dan Istinja
Minggu, 20 Agustus 2017

Kita kembali lagi kaji kitab Manhajus Salikin karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Kali ini membahas tentang istijmar dan istinja’. Apa itu?

Silakan lihat ulasannya berikut ini.

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menyatakan:

Jika menunaikan hajat, maka hendaklah beristijmar dengan menggunakan tiga batu atau menggunakan semisal batu asalkan bisa membersihkan tempat najis. Kemudian setelah itu beristinja’ dengan menggunakan air.

Boleh juga memilih antara istijmar atau istinja’.

Tidak boleh beristijmar dengan menggunakan kotoran dan tulang sebagaimana telah dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula tidak boleh beristinja’ dengan menggunakan sesuatu yang dimuliakan.

 

Penjelasan:

1- Yang dimaksud istinja’ dan istijmar adalah membersihkan kotoran. Istinja’ maknanya lebih umum yaitu membersihkan kotoran sehabis buang hajat dengan menggunakan air dan batu. Sedangkan istijmar adalah membersihkan kotoran dengan menggunakan batu saja.

2- Beristijmar dengan batu tidak boleh kurang dari tiga batu. Karena tiga batu umumnya akan lebih bersih. Namun jika batu masih belum menghilangkan kotoran, maka boleh ditambah lebih dari tiga batu hingga kotorannya bersih. Hadits yang dijadikan dalil dalam hal ini,

عَنْ سَلْمَانَ قَالَ قِيلَ لَهُ قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- كُلَّ شَىْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ. قَالَ فَقَالَ أَجَلْ لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ

Dari Salman, ia berkata bahwa ada yang bertanya padanya, “Apakah nabi kalian mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai pun dalam hal buang kotoran?” Salman menjawab, “Iya. Nabi kami shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kami menghadap kiblat ketika buang air besar maupun air kecil. Beliau juga melarang kami beristinja’ dengan tangan kanan. Beliau juga melarang kami beristinja’ dengan kurang dari tiga batu. Begitu pula kami dilarang beristinja’ dengan menggunakan kotoran dan tulang.” (HR. Muslim, no. 262)

3- Yang lebih afdhal adalah istijmar lalu istinja’. Dikarenakan istijmar dengan batu atau penggantinya menghilangkan kotoran tanpa menyentuhnya secara langsung. Lalu setelah itu air yang akan membersihkan kotoran yang tersisa.

4- Boleh memilih antara istijmar dengan batu atau istinja’ dengan air. Namun beristinja’ dengan air lebih utama karena lebih membersihkan kotoran. Alasan lainnya adalah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu tentang penduduk Quba’ yang menjadi sebab turunnya ayat berikut,

فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ

Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. At-Taubah: 108). Dahulu mereka terbiasa beristinja’ dengan air lantas turunlah ayat ini.” (HR. Tirmidzi, no. 3100; Abu Daud, no. 44; Ibnu Majah, no. 355. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

5- Tidak boleh beristinja’ dengan menggunakan kotoran dan tulang karena dilarang dalam hadits Salman di atas.

6- Boleh mengganti batu untuk membersihkan kotoran saat buang hajat dengan yang lainnya asalkan memenuhi tiga syarat: (a) bendanya suci, (b) bisa membersihkan atau mengangkat kotoran, (c) bukan sesuatu yang berharga (dimuliakan) seperti istinja’ dengan makanan atau dengan ekor hewan. Sehingga dari syarat sini dapat disimpulkan bahwa tisu toilet boleh digunakan untuk beristinja’.

Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.

Diselesaikan @ Perpus Rumaysho, Panggang, Gunungkidul, 24 Dzulqa’dah 1438 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/16272-manhajus-salikin-istijmar-dan-istinja.html